Soekarno: Kuantar ke Gerbang

Front Cover
Bentang Pustaka, 2014 M01 1 - 432 pages

Ingatan itu masih tertera jelas. Sosok mungil dengan sekuntum bunga warna merah tersunting di sanggulnya. Hingga bertahun-tahun, sosok itulah yang hidup dalam benak Soekarno.

Inggit bukan sekadar kekasih. Dalam dirinya, Soekarno menemukan kawan sekaligus ibu. Di dalam rengkuhan perempuan sederhana itu, dia tumbuh menjadi seorang pejuang yang tangguh.

Tak banyak yang menyoroti kisah cinta antara Inggit Garnasih dan Soekarno. Disusun berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Inggit, Ramadhan K.H. menyampaikan sebuah kisah menyentuh. Lewat novel ini, kita akan tahu episode-episode penting dalam hidup Soekarno sebelum masuk ke istana dengan sosok yang selalu melekat di sana: Inggit Garnasih.

[Mizan, Bentang Pustaka, Novel, Memoar, Indonesia, Biografi]

 

Common terms and phrases

About the author (2014)

RAMADHAN K.H. lahir di Bandung pada 16 Maret 1927. Pada 1946 ikut Laskar Pelajar di front Sukabumi. Pada 1949 masuk Akademi Dinas Luar Negeri.

Perhatiannya yang besar pada seni dan terutama kesusastraan, mendorongnya berpindah ke tulis-menulis. Kariernya ini telah dimulainya sejak zaman pendudukan Jepang dengan bimbingan kakaknya, Aoh Kartahadimadja. Mula-mula ia menulis cerpen dan sajak, tetapi kemudian beralih ke roman. Ia pernah juga melukis, tetapi tidak dilanjutkan.

Pengalaman Ramadhan di jurnalistik cukup meyakinkan. Setelah pernah mengasuh majalah Kisah, Siasat, Siasat Baru, dan Kompas selama 13 tahun, ia menjadi wartawan Kantor Berita Nasional Antara. Ia pernah pula tercantum sebagai redaktur majalah budaya Budaya Jaya, meng-cover olimpiade di Helsinki serta Asian Games di New Delhi.

Pada 1952 ia diundang Sticusa (Lembaga Kerja Sama Kebudayaan) ke Belanda dan beberapa negara Eropa Barat lainnya. Lalu, selama setahun (1953–1954) menetap di Spanyol untuk mempelajari bahasa dan sastra Spanyol. Inilah latar belakang terjemahannya atas beberapa buah karya Garcia Lorca seperti Yerma, Romansa Kaum Gitana, dan Rumah Bernarda Alba. Pada tahun 60-an, bersama beberapa kawan akrabnya Ramadhan mendirikan sebuah penerbitan di Bandung, Kiwari.

Pada 1957 kumpulan sajaknya, Priangan si Jelita menggondol hadiah ke-1 Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BKMN). Buku tersebut bersama novelnya berjudul Royan Revolusi (1968) telah disalin ke bahasa Prancis. Ramadhan tiga kali menggondol hadiah untuk penulisan novel. Yang pertama dari IKAPI/UNESCO, untuk novel Royan Revolusi; lalu dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) masing-masing untuk Kemelut Hidup (1975) dan Keluarga Permana (1976). Kemelut Hidup kemudian difilmkan oleh Asrul Sani.

Ketika menjabat Direktur Pelaksana DKJ, Ramadhan banyak melakukan diplomasi kebudayaan. Begitu pula ketika mengikuti istrinya di Paris, hingga Cape Town, Afrika Selatan. Kota itu menjadi persinggahan terakhir baginya karena pada 16 Maret 2006 Ramadhan tutup usia setelah 3 bulan bertarung melawan kanker.

Bibliographic information